Kutipan dari Iwan Setyawan - Halaman 2

Kadang perpisahan bisa membuat mata kita menjadi segar lewat air mata, hati menjadi peka lewat gelombang besar yang menerpa, dan menumbuhkan cinta yang lebih besar lewat orang-orang yang menyentuh hidup kita. Hidup semakin luas.

Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakanmu kuat.

Bau bayi itu menyembuhkan, kata Ibuk.

Dari kejauhan, aku menemukan diriku. Aku menemukan sedikit makna perjuangan hidup yang pernah kutakuti. Di luar sana, aku mencoba menembus batas ketakutan.

Jika bisa memaknai setiap napas hidup, kematian hanyalah sebuah lonceng untuk waktu yang telah tiada.

Lonceng waktu seakan berdentang kembali, membangunkan kesadaran dengan keras.

Memori masa kecil membuat aku bijak dalam mengenal diriku sekarang.

Tak ada foto tapi kenangan itu melekat erat.

Aku menulis karena menulis menyembuhkan.

Aku menulis untuk membaca kehidupan.

Aku selalu ingin berbagi,selalu ingin melihat dunia bersama keluargaku,bersama orang-orang yg aku cintai.

Aku tak bisa memilih masa kecilku, tetapi masa depan itu, kita sendiri yang melukiskannya.

Dan, biarlah memori beristirahat disana. Biarlah kita kunjungi suatu saat.

Melahirkan itu seperti berdiri di ambang batas kehidupan dan kematian.

Menulis pun kadang bisa menusuk ulu hati seperti sekarang ini.

Aku menulis untuk melepaskan air mata.

Aku menulis untuk merapikan masa lalu.

Belahan jiwa, belahan hidup. Belahan jiwa yang saling menghidupkan. Belahan jiwa yang saling merawat.

Cintanya melahirkan tekad untuk kehidupan yang lebih baik, untuk anak-anaknya. Agar anak-anaknya tidak melalui jalan hidup yang sama dengan jalan hidup yang telah ia lalui dahulu.

Hidup itu sebenarnya mencari sesuatu untuk menutupi lubang hati kita yang menganga.