Kutipan dari Najwa Shihab

Keadilan jadi barang sukar, ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.

Ambisi politik tentu wajar saja, selama pandai menginsyafi batasan etika.

Berpolitik jadi sebuah pilihan yang mesti dipertimbangkan, bagi siapapun yang menghendaki perubahan. Karena perubahan tak datang tiba-tiba, hanya berkat doa di tengah malam buta.

Tiap orang bisa punya mimpi, tapi tak semua bisa bangkitkan semangat tinggi.

Apa karena hidup orang kecil patut menderita, dan orang miskin pantas terhina? Sebagai tumbal mereka tersisa jadi catatan kaki.

Wajah penjara cermin hukum negara, sungguh-sungguh atau pura-pura.

Nyawa manusia bukan tragedi tontotan dan statistik belaka, ya, lebih baik tidak berangkat terbang daripada tidak pernah tiba.

Di pundak pemimpin yang bebas korupsi, di situlah masa depan negeri.

Di tengah pusaran kegelapan, kejahatan kerap dimaklumi sebagai kewajaran.

Dalam kondisi darurat korupsi, pejabat negara tetap mencuri silih berganti. Sebanyak koruptor masuk penjara, sebanyak itu pula regenerasinya menggarong negara.

Berbuat untuk sebuah harapan, yang tidak lagi dikeluhkan tetapi diperjuangkan.

Hukum yang dibiayai transaksi suap, membuat wajah peradilan begitu gelap.

Pemuda hari ini harus turun tangan, berkarya nyata menjawab semesta Indonesia.

Jangan bosan bicara tentang kebenaran, agar demokrasi tak berakhir dengan kesia-siaan.

Timur adalah kita yang terjaga lebih dulu, timur adalah Indonesia yang tak sabar menunggu.

Dalam pengabdian memberi rasa aman, polisi menabung risiko kematian.

Tanah air adalah petak-petak yang harus diolah, tanah air adalah lautan yang harus dibelah.

Bagaimana anak muda bisa diam ketika aparat justru miskin teladan.

Bagaimana mencari pemimpin dengan hemat dan bebas korupsi, di tengah kondisi kepartaian berbiaya mahal tapi miskin legitimasi.

Aroma rempah yang mengundang kolonialisme, derita panjang yang berujung nasionalisme.