Kutipan dari Najwa Shihab - Halaman 28

Mutilasi bukan lagi penghilangan barang bukti, tapi sebentuk pernyataan diri.

Para kandidat yang ingin instan, banyak bergantung pada para konsultan.

Pejabat yang gemar mencari rente dengan menjual negerinya, pada dasarnya telah membinasakan dirinya.

Pejabat yang ingin menyenangkan semua, tak akan bisa mengubah apa-apa.

Pesohor menjadi digdaya, asal tidak mengandalkan tembang hits semata.

Politik identitas mengeras, perbedaan ditingkahi dengan fatwa sesat.

Publik niscaya akan sigap mencatat, siapa yang menjabat dengan penuh martabat.

Putusan hakim bisa menjadi komoditi, diserahkan kepada penawar tertinggi.

RI-2 bukan sekadar pembantu RI-1, jadi wapres mutlak harus orang bermutu.

Sebab media punya kewajiban publik, menyuguhkan hal penting menjadi menarik.

Sebab umur bisa tak berarti di medan kekuasaan, jika sejak muda sudah lancung dari tujuan.

Tapi Tjokro jadi simpul yang mempertemukan, berbagai aliran kebangsaan di hari kemudian.

Terhukum menutupi laku majikannya, tak peduli manusia hancur bersama keluarganya.

Tindakan perempuan diilhami hidup sehari-hari, langkahnya panjang sebab tak hanya mengurus diri sendiri.

Warga negara terjebak menjadi konsumen, negara berpuas diri menjadi penguntip.

Banyak korban orang kecil tak berdaya, berusaha melawan kemiskinan dengan terbatasnya cara.

Buat rakyat siapa Menterinya tak soal tapi ke mana arah negara dibawa ini menjadi pasal.

Citra presiden yang terlihat mudah, membuat siapa saja merasa pantas & bisa.

Perbedaan tak mungkin dihindari, selama dalam kebenaran membangun negeri.

Sudah tidak lagi ada tempat, untuk penguasa bermental raja.